Kami mendapatkan sebuah pertanyaan dari Channel YouTube DConsulting yang masih tidak punya NPWP memiliki kendala seperti ini:

Apa yang terjadi jika sudah memiliki harta 500 juta, kemudian ingin membuat NPWP karena kebutuhan tertentu? Tonton penjelasan singkat pada video berikut ini.
Banyak pengusaha tajir tidak punya NPWP
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita melaporkan, banyak pengusaha kaya yang masih belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hingga saat ini. Beberapa di antara mereka bahkan sudah pensiun dan enggan melaporkan hartanya karena tidak lagi memiliki penghasilan.
Sasmita menyampaikan temuannya itu kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani secara langsung di sela-sela acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dia mengatakan, sebagian besar orang kaya memiliki sejumlah aset mewah yang belum pernah di laporkan ke pemerintah.
Sekarang banyak yang tidak punya NPWP tapi punya rumah besar, punya mobil mewah, juga punya jam tangan mahal, itu banyak.
NIK akan menjadi NPWP
Banyak dari mereka yang tidak mengetahui rencana integrasi antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan NPWP. Menurutnya, tak sedikit yang masih mempertanyakan kecanggihan sistem perpajakan Indonesia, sehingga meragukan kemampuan pemerintah melacak kekayaan tersebut.
Banyak dari mereka yang memiliki kekayaan sebelum pensiun dan sekarang sudah pensiun, sehingga tidak merasa perlu NPWP. Banyak yang bertanya seperti itu, karena pensiunan yang punya banyak uang ini, tapi tidak ada NPWP, masih menggunakan KTP.
Oleh karena itu, Suryadi mengingatkan pengusaha untuk segera melaporkan hartanya yang tidak di laporkan atau kurang di laporkan untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela Pajak (PPS). Program ini hanya akan berlangsung selama enam bulan dari awal tahun 2022 hingga akhir Juni 2022. Jika tidak mengikuti, maka aset yang tidak di laporkan dapat di kenakan tambahan penalti sebesar 200% di luar tarif PPh final yang harus di bayarkan.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
Tak hanya itu, masalah lain yang sering di temui Suryadi saat mensosialisasikan UU HPP kepada rekan-rekan pengusaha adalah kekhawatiran program PPS merupakan jebakan pemerintah. Ini adalah masalah lama yang juga banyak terjadi selama jilid pertama dari Tax Amensty.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir pada acara yang sama kemudian menanggapi laporan Suryadi tersebut. Dia meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan sendiri-sendiri kepada pensiunan kaya raya ini untuk penyelesaian kewajibannya.
Kalau pensiun ya tidak kena pajak ya betul kalau tidak ada pemasukan yang masuk. Tapi kalau selama bekerja dia belum pernah punya NPWP, berarti terlalu lama, mungkin perlu di jadikan objek yang perlu di ungkapkan.
Sri Mulyani sebelumnya juga mengingatkan tunggakan pajak untuk mengikuti program PPS tahun depan. Jika tidak ikut, menurut Sri Mulyani, aset yang belum atau kurang di laporkan hingga akhir Juni 2022 dapat di kenakan sanksi dengan nilai yang lebih tinggi.
Program Voluntary Disclosure ini akan di selenggarakan dengan dua skema, yaitu aset yang belum atau kurang di laporkan sebelum 31 Desember 2015. Dan aset yang terkumpul pada tahun 2016 hingga Desember 2020.
Sanksi bagi yang tidak punya NPWP
Sanksi yang berlaku bagi Wajib Pajak yang di ketahui belum melaporkan harta kekayaannya sebelum tahun 2015 dan tidak mengikuti program PPS. Di kenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final dari tambahan harta bersih sebesar 25% untuk badan. 30 % untuk orang pribadi dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu. Selain itu, Sri Mulyani akan mengenakan sanksi tambahan sebesar 200% untuk aset yang tidak di ungkapkan.
Sementara itu, Wajib Pajak yang kedapatan tidak melaporkan harta kekayaannya pada tahun 2016-2020 dan tidak mengikuti program PPS. Di kenakan PPh final sebesar 30% dari tambahan harta bersih. Selain itu, aset yang tidak di ungkapkan akan di kenakan denda bunga bulanan di tambah faktor peningkatan sebesar 20%.
Sanksi tersebut jauh lebih besar di bandingkan tarif pajak yang di kenakan pemerintah dalam program PPS.